FOKUS

OTHER LANGUAGE

SIAPA KAMI

Redaksi Kokemi (Korban Kejahatan Militer dan Korporasi) adalah sebuah Projek Investigasi bersama, Solidaritas tanpa batas dan usaha pengarsipan data kejahatan Militer dan Korporasi. Selain itu, Page ini kami inisiasi sebagai usaha interupsi atas kebringasan media maistream yang senatiasa tetap aktif mereposisi amarah menjadi sesuatu yang justru dikotomik.

Anda dapat berkontribusi di Page ini.
Kontribusi dapat berupa Opini | Artikel | Komunike | Laporan | Rilis | Foto | Video atau segala bentuk material kampanye yang dapat mendukung Perjuangan Pembebasan melawan Tirani dan Otoritas

Kiriman dialamatkan Pada redaksi kami:
Email : redaksikokemi @ gmail.com
Facebook Page : Redaksi Kokemi

Komunike dari Pejalan kaki Pandang Raya


Setelah aksi berjalan kaki keliling Makassar dari tanggal  20 Oktober sampai tanggal 23 oktober 2014 kemarin, para pejalan tersebut mengeluarkan komunike yang sempat kami dapat dari blog perangpandang.wordpress.com 




MENGHADIRKAN SETIAP KEMUNGKINAN DALAM SETIAP PERJUANGAN.

Selamat siang kawan.
Kami telah berjalan kaki. Mengelilingi kota Makassar. Empat hari tiga malam. Dingin dan panas. Kami tertawa dan saling menghibur untuk luka yang terus kami ingat dan kami bawa dalam perjalanan. Kami tak pernah lupa bahwa kondisi yang kami lalui selama empat hari ini, di jalan-jalan kota makasssar, sama seperti  yang dialami oleh warga pandang raya yang berada di tenda biru tempat kami berteduh setelah digusur.
Kondisi ini yang membuat kami terus-menerus bersemangat untuk berjalan kaki. Kondisi ini pula yang terkadang membuat kami mengeluh dan berdebat di sela waktu istirahat di siang hari tentang “apa yang akan kami lakukan setelah ini?”.
Dalam perjalanan. Kami menemukan banyak rupa, banyak mimik, banyak respon dari warga Makassar. Kami mengucap banyak terima kasih pada pengguna jalan yang telah ikut berpartisipasi. Untuk para mahasiswa yang menyambut hangat kami dan membawa kami berkeliling di kampus mereka, kami ucapkan terima kasih dan selalu bangga atas sambutan kalian. Setidaknya kami sadar, walau tak pernah berkuliah, bahwa kampus sama seperti Negara ini, ada banyak respon, sama seperti jalanan. Ada yang menyambut hangat, ada yang tak mau menerima selebaran, ada yang tersenyum, dan bahkan ada yang memandang sinis. Tapi toh kami masih tetap berjalan walau dengan kaki pincang karena kelelahan.
Beberapa dari kami mengatakan “ternyata saya bisa menyelesaikan aksi ini”. Jika mengingat kembali perbincangan awal sebelum melakukan aksi ini, kebanyakan dari kami bahkan ragu dengan kekuatan fisik dan mental yang kami miliki. Namun segalanya bisa berubah, segala kemungkinan, segala ketakutan akan hancur ketika kita mau mencobanya.
Mencoba adalah hal yang akan menghadirkan banyak kemungkinan dan menghancurkan mitos tentang “tak bisa”.
Untuk para paritisipan solidaritas yang tergabung dalam tim, kami juga sangat berterima kasih. Mereka yang menyiapkan konsumsi untuk kami santap, mengabarkan terus-menerus tentang kondisi kami lewat media sosial, menyebarkan info lewat sms pada kawannya, membawakan kami tenda untuk digunakan saat waktu istirahat tiba, hingga menemani kami tertawa, mengajak kami bercerita, bahkan menemani kami berjalan ataupun sekadar datang di tenda tempat kami istirahat dan ikut tertawa dan mendengar cerita kami. Kami bangga pada kalian, kawanku.
Kami terluka kawan, namun tak akan pernah lupa untuk terus mengobati luka kami. Kami merawat luka ini dengan baik. Menyembuhkannya dan takkan menghilangkan bekas.
Beberapa dari mereka mungkin bertanyadan member komentar; untuk apa aksi seperti ini?, mengapa mereka tak menggunakan saja kendaraan untuk berkampanye?, apa tujuan dari aksi yang memakan banyak biaya untuk memfoto copy selebaran hingga 18. 600 lembar dan memeras sangat banyak tenaga? Atau bahkan sampai komentar sinis tentang aksi yang kami lakukan adalah aksi yang sangat mainstream dan hanya bertujuan agar diliput di media-media mainstream.
Kami telah mengabarkan rencana aksi kami 6 hari sebelumnya, kami mempersiapkan setiap hal yang kami butuhkan dan mengobrolkan pada partisipan solidarits yang lain. Karena kami sadar bahwa kami tak bisa melakukan beberapa hal secara bersamaan dan membutukan sebuah tim untuk menunjang kampanye kami demi memperluas isu yang kami usung bersama.
Kami memilih berjalan tentu dengan beberapa pertimbangan dan segala konsukuensinya yang telah kami pikirkan sebelumnya. Kami memilih berjalan karena dengan berjalan kami bisa menyebarkan isu ini dengan cukup efektif dibanding menggunakan kendaraan yang lebih memakan banyak biaya dan akan tidak efektif jika melihat kondisi kota Makassar yang semakin dipadati kendaraan.
Selebaran yang kami bagi adalah salah satu strategi penting untuk menunjang isu agar diketahui banyak warga walaupun tak seberapa dengan jumlah warga Makassar yang jauh lebih banyak. Setiap warga mesti mengetahui kondisi kami, bagaimana kami berjuang, dan apa yang kami perjuangkan. Sebab dengan berteriak saja menurut kami kurang efektif dibanding berjalan kaki dan menyebarkan info lewat selebaran, sms, dan jejaring sosial media.
Kami memang berharap aksi kami diliput oleh banyak media, baik media mainstream, media yang dikelola organisasi kampus atau media independen. Namun, kami tak sepenuhnya bergantung pada itu semua, sebab kami percaya bahwa dengan turun langsung mengabarkan kondisi kami pada setiap warga akan berdampak langsung dan akan melihat langsung kondisi kami yang berjalan kaki tanpa kebohongan dan bisa langsung berkomentar dan kami dengar.
Semenjak 12 september lalu, kami masih tetap berjuang, bukan sekadar slogan “Pandang Raya Belum Kalah” “Pandang Raya Takkan Menyerah”, bukan! Ini adalah kenyataan, sebuah realitas.  Bukan sekadar slogan.
Ini belum berakhir, perjuangan kami sebagai pemuda tidak sampai di perjuangan berjalan kaki “mecari keadilan”. Masih banyak yang mesti kami lakukan demi mendapatkan kembali tanah dan kehidupan kami. Kami mesti berjuang untuk menduduki tanah kami yang sudah mulai dipasangi beton hari ini, karena jika menunggu kebaikan hati pemerintah, mungkin akan berlangsung lama, atau mungkin saja tak akan terjadi dan pada akhirnya bekas puing rumah dan tanah kami akan digantikan oleh bangunan tinggi yang bercokol dengan kuat. Kami mesti melakukan pengorganisiran pemuda lainnya, mengikuti pertemuan antar warga, pertemuan dengan para partisipan solidaritas, dan masih akan bayak belajar dari banyak pengalaman-pengalaman yang bisa menjadi pelajaran penting untuk perjuanga kami dan warga lainnya.
Akhirnya, kami mesti kembali berjuang. Mengumpulkan tenaga, menyiapkan strategi, membangun solidaritas, dan menjaganya agar tetap membara dan menyebar ke sitiap penjuru dunia. Kami yakin, kami tidak sendiri. Kami mesti melakukannya sekarang, bukan menunggu, mulai sekarang.
Salam hangat dari kami,
Pemuda pandang Raya.
Tenda perjuangan 24 oktober 2014.

Leave a Reply